Sabtu, 28 Juni 2008

Motivasi untuk para Petani

Bercocok Tanam adalah Matapancaharian Paling Baik dan paling Utama

Di zaman sekarang kita dihadapkan pada banyaknya jenis dan macam pekerjaan. Pekerjaan atau mata pancaharian seseorang kian bertambah banyak sesuai dengan bertambahnya penduduk dan semakin khususnya keahlian seseorang.

Namun sebenarnya pada asalnya hanya ada tiga profesi sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Mawardi. Dia berkata: “Pokok matapancaharian tersebut adalah bercocok tanam (pertanian), perdagangan dan pembuatan suatu barang (industri)”.

Para ulama berselisih tentang manakah yang paling baik dari ketiga profesi tersebut. Madzhab As-Syafi’i berpendapat bahwa pertanian adalah yang paling baik. Sedangkan Imam Al-Mawardi dan Imam An-Nawawi berpendapat bercocok tanam lah yang paling baik karena beberapa alasan:

Pertama: Bercocok tanam adalah merupakan hasil usaha tangan sendiri. Dalam Shohih Al-Bukhori dari Miqdam bin Ma’dikariba rodhiyallohu’anhu dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَأَنَّ نَبِىَ اللهِ دَاوُدَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik dari orang yang memakan dari hasil usaha tangannya, dan adalah Nabi Dawud ‘alaihi salam makan dari hasil tangannya sendiri”.

Dan yang benar adalah apa yang di-nash-kan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yaitu hasil tangannya sendiri. Maka bercocok tanam adalah profesi terbaik dan paling utama karena merupakan hasil pekerjaan tangan sendiri.

Kedua: Bercocok tanam memberikan manfaat yang umum bagi kaum muslimin bahkan binatang. Karena secara adat manusia dan binatang haruslah makan, dan makanan tersebut tidaklah diperoleh melainkan dari hasil tanaman dan tumbuhan.

Dan telah shohih dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu dia berkata: telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman melainkan apa yang dimakan dari tanaman tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, apa yang dicuri dari tanamannya tersebut bagi penanamnya menjadi sedekah, dan tidaklah seseorang merampas tanamannya melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah”. (Hadits Riwayat Imam Muslim dalam kitab Shohih-nya)

Dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan

فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kemudian memakan tanaman itu manusia, binatang, dan burung melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah hingga hari kiamat”.

Dalam riwayat yang lainnya disebutkan:

لاَ يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا وَلاَ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ اِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ شَيْءٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman dan pohon kemudian dimakan oleh manusia, hewan atau pun oleh sesuatu melainkan bagi penanamnya menjadi sedekah” (Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari sahabat Anas bin Malik)

Ketiga: bercocok tanam lebih dekat dengan tawakkal. Ketika seseorang menanam tanaman maka sesungguhnya dia tidaklah berkuasa atas sebiji benih yang dia semaikan untuk tumbuh, dia juga tidak berkuasa untuk menumbuhkan dan mengembangkan menjadi tanaman, tidak lah dia berkuasa membungakan dan membuahkan tanaman tersebut. Tumbuhnya biji, pertumbuhan tanaman, munculnya bunga dan buah, pematangan hasil tanaman semua berada pada kekuasaan Alloh. Dari sinilah nampak nilai tawakkal dari seorang yang bercocok tanam.

Sedangkan Abu Yahya Zakariya Al-Anshori As-Syafii menambahkan: “Seutama-utama matapancaharian adalah bercocok tanam karena lebih dekat dengan sikap tawakkal, bercocok tanam juga memberikan manfaat yang umum bagi semua makhluk, dan secara umum manusia butuh pada hasil pertanian. Berkata Az-Zarkasyi, bahwa semua orang memperhatikan makanan karena tidak ada yang tidak butuh kepada hasil bercocok tanam (makan) dan tidaklah kehidupan tegak tanpa adanya makanan.

Sumber Referensi:

- Kitab Syarhu Al-Muhadzdzab Juz 9 karangan Imam An-Nawawi*

- Kitab Asnal Matholib juz 7 Karangan Abu Yahya Zakariya Al-Anshori As-Syafii*

* Kedua sumber tersebut diambil dari CD Maktabah Syamilah

Tidak ada komentar: